Menghadapi suami garang dan tidak bertanggung jawab
Kisah benar.
Saya adalah seorang wanita muslimah berusia 35 tahun
telah berkahwin dan mempunyai 3 orang anak. Perkahwinan kami telah berlangsung
sejak 14 tahun, suami saya seorang yang garang dan sangat kasar, sering memaki
saya, perkataan “anjing” atau “ binatang” kepada saya sering diucapkan, padahal
saya hanya melakukan kesalahan yang kecil sahaja. Suami seorang yang kedekut,
semua wang akan disimpan olehnya, saya tidak tahu berapa jumlah wang simpannnya.
Saya sudah tidak tahan lagi dengan perangai suami yang garang dan tidak bertanggung jawab ini,
apakah atas dasar ini membolehkan saya memohon cerai. Tolong beri nasihat.
Penyelesaian:
Kisah diatas adalah lumrah beraku dikalangan masyarakat kita,
walaupun tidak semua suami berperangai jahat dan tidak bertanggung jawab,
tetapi situasi sebegini memang banyak juga berlaku dan yang menjadi mengsa
ialah isteri dan anak-anak.
Jalan penyelesaian bagi wanita yang menghadapi situasi
sebegini adalah melalui beberapa tindakan berikut:
Pertama; Mari melihat ke bawah
Jika kita menghadapi kesulitan urusan dunia, sikap terbaik
yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah selalu
melihat ke bawah, bukan ke atas. Mendapat nikmat duniawi atau tertimpa
kesusahan duniawi sikap terbaik yang patut kita ada ialah dengan melihat ke bawah, kerana jika seorang hamba
mendapat nikmat lalu dia melihat ke atas, maka akan timbul ketidakpuasan dan
iri hati, sementara jika mendapat kesusahan lalu melihat ke atas, maka akan
timbul sikap keluh kesah dan meratapi nasib. Sikap-sikap semacam ini dicela
oleh syariat kerana merupakan cermin kegagalan kita untuk bersyukur dan ketidaksanggupan
untuk bersikap tabah dalam menghadapi ujian Allah.
Jika seorang hamba mendapat nikmat sebuah motosikal, maka
jangan melihat orang yang punyai kereta, kerana hal itu akan menimbulkan
ketidakpuasan atas memiliki motosikal tersebut dan sikap iri hati atau malah
dengki dengan pemilik kareta akan timbul. Yang lebih tepat adalah melihat orang
yang berjalan kaki, yang tidak mampu membeli motorsikal, kerana sikap ini akan
menimbulkan rasa syukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah dengan motorsikal tersebut.
Jika seorang hamba diberi rupa paras yang biasa sahaja, maka
jangan melihat kepada orang yang berwajah catik rupawan, kerana itu boleh
membuatkan iri hati dan meratapi nasib, tetapi lihatlah kepada orang lebih
buruk rupa, cacat penglihatan, atau ditimpa penyakit mengerikan yang tidak sembuh-sembuh. Sikap ini menanam rasa
syukur atas nikmat rupa paras yang diberikan oleh Allah keapda kita.
Demikian pula apabila menghadapi suami yang kasar dan tajam lidah
serta tidak bertanggung jawab, lihatlah ke bawah. Lihatlah di luar sana masih
banyak dari kalangan kita yang rumah
tangga mereka yang punyai suami yang jauh lebih jahat dan kejam. Ada
yang gemar meludahi isterinya, memukul, menendang, bahkan mendera
sehingga maut. Lebih kejam lagi setelah dibunuh si suami membakar mayat untuk
menghilangkan bukti. Boleh jadi jika saudari menjadi isteri kepada suami jenis
itu, saat ini saudari sudah tinggal nama saja kerana telah berpindah ke alam
baka. Yakinlah, bahwa sejahat-jahat suami, masih ada yang lebih jahat lagi.
Sejahat-jahat suami, kejahatannya tidaklah sejahat fir’aun yang menyiksa sendiri
isterinya; Asiyah. Fir’aun menyiksa istrinya sehingga mati. Seperti inilah cara
bersikap yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam; melihat ke
bawah, agar seorang hamba selalu dapat bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah dan tidak meremehkan nikmat
pemberian-Nya betapapun kecilnya nikmat tersebut. Imam Muslim meriwayatkan;
صحيح مسلم (14/ 213)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ
هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa Salam bersabda: “Pandanglah orang yang berada dibawah kamu, jangan memandang
yang ada di atas kamu, kerana hal itu lebih layak membuat kamu tidak
meremehkan nikmat Allah (H.R.Muslim)
Kedua; Perlu diingat
bahwa hidup ini adalah untuk beramal
Jangan lupa bahwa semua yang dialami, yang dirasakan, yang
didapatkan dan yang hilang, semuanya itu tidak lebih hanyalah “alat’ untuk
menguji amal seseorang hamba. Allah menjelaskan bahwa Dia menciptakan hidup dan
mati adalah untuk menguji manusia. Allah berfirman;
{الَّذِي
خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا }
[الملك: 2]
Dialah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji
kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalannya (Al-Mulk;2)
Semua pemberian dunia dari Allah kepada seorang hamba
adalah untuk dilihat bagaimana hamba tersebut beramal dengan cara yang
diperintahkan Allah. Kereta, tanah,
rumah, harta kekayaan, wang dalam simpanan, suami, anak, kedudukan, kuasa dan
semua yang bersifat duniawi diberikan Allah untuk menguji apakah seorang hamba
sanggup menggunakan semua pemberian itu untuk beramal soleh yang diridhai Allah
atau tidak. Imam Muslim meriwayatkan;
صحيح مسلم (13/ 286)
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ
مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ
Dari Abu Sa’id Al Khudri dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Sesungguhnya dunia itu manis. Dan sesungguhnya Allah telah
menunjuk kamu sebagai Khalifah (dengan cara membuat kamu menguasainya)
didalamnya. Kemudian Allah memperhatikan bagaimana kamu beramal (H.R.Muslim)
Kesusahan, kesedihan, kegawatan, kesengsaraan, keperihan,
ketakutan, kecemasan, kekhawatiran, dan sebagainya yang terhasil akibat dari
perhubungan sesama manusia juga tidak
lepas dari ujian untuk tentukan tahap amal dan taqwa. Semua perasaan yang muncul
akibat berinteraksi dengan sesama manusia adalah bentuk ujian untuk menguji
ketabahan. Allah berfirman;
{وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً
أَتَصْبِرُونَ} [الفرقان: 20]
dan Aku jadikan sebahagian dari kamu cubaan bagi
sebahagian yang lain. Bolehkah kamu tabah? (Al-Furqon; 20)
Jadi, kalaupun saudari susah, maka ingatlah bahwa
saudari bukanlah satu-satunya orang yang susah di dunia ini.
Jika sudari merasa tersiksa, ingatlah bahwa saudari bukanlah satu-satunya orang
yang tersiksa di dunia ini. Jika saudari merasa menderita ingatlah bahwa
saudari bukanlah satu-satunya orang yang menderita didunia ini apalagi paling
menderita. Allah tahu semua itu. Allah mengawasi semua gerak-geri hamba-Nya.
Tidak ada satupun yang luput dari pengawasan Allah di bawah bumbung langit ini.
Sehelai daun yang jatuh dari pepohonanpun Allah Maha mengetahui.
Ingatlah saudari, sesungguhnya di dunia ini ada jutaan orang
menderita dan sengsara, tetapi tidak semuanya menjadi mulia disisi Allah.
Seorang hamba yang beriman, akan menyulap penderitaan menjadi kemuliaan, empedu
menjadi madu, dan duka menjadi ceria.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah dicaci,
dimaki, dituduh gila, difitnah, diusir, dan dihinakan sebelum beliau berhijrah
ke Madinah. Akirnya baginda diagungkan oleh berbilion manusia di bumi ini.
Nabi Yusuf pernah
dimasukan dalam perigi buta oleh saudaranya. Dijual sebagai budak suruhan,
difitnah berzina dengan isteri majikannya, disubat ke dalam penjara sebelum
diangkat menjadi Menteri dan memperoleh
kemuliaan Nubuwwah. Imam As-Sarokhsi dilemparkan ke dalam perigi sebelum berjaya
mengarang kitab fikihnya yang terbesar Al-Mabsuth yang terdiri dari 30 ju.
Hamka dipenjara sebelum dia akhirnya menerbitkan karya terbesarnya tafsir
Al-Azhar. Semuanya adalah orang-orang yang diuji dengan kesusahan dan
penderitaan, tetapi sanggup menghadapinya dengan tabah dan sabar dan akhirnya menjadikan mereka orang-orang yang mulia kerana mereka
mengetahui ujian semua itu adalah medan untuk mereka beramal dan berbakti
kepada Allah.
Janganlah sampai kita tergolong orang yang rugi di akhirat. Sudahlah di dunia menderita di uji, diakhirat
juga turut rugi. Orang-orang yang tergolong kelompok ini adalah orang-orang
yang menyikapi hidup tanpa iman dan tidak menjadikan dugaan kehidupan itu sebagai landasan untuk
beramal. Tujuan hidupnya hanya memburu kebahagiaan
duniawi tanpa peduli bagaimana membangun mahligainya di akhirat. Mereka akan lakukan
apa saja untuk habuan kepetingan dunia tanpa mempedulikan syariat Allah.
Persoalan amal apakah yang boleh dilakukan oleh seorang
wanita jika berkebetulan memiliki suami yang jahat? Untuk mengetahui jawaban
dari pertanyaan ini harus diketahui terlebih dahulu hak suami atas isteri
menurut Allah dan RasulNya.
Ketiga; memahami hak suami atas istri menurut syariat.
Sesungguhnya syariat Islam menjadikan amal berbakti kepada
suami sebagai amal utama bagi seorang wanita yang telah menjadi isteri
dan terikat dalam ikatan pernikahan. Imam Ahmad meriwayatkan;
مسند أحمد (4/ 85)
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّتْ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ
فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ
أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
Dari Abdurrahman bin Auf berkata; Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila seorang isteri melaksanakan solat lima
waktu, berpuasa di bulan Ramadan, menjaga kemaluannya dan ta’at kepada
suaminya, niscaya akan dikatakan kepadanya; ‘Masuklah kamu ke dalam syurga dari
pintu mana saja yang kamu inginkan (H.R.Ahmad).
Dalam hadis di atas dijelaskan jika seorang wanita menunaikan
hak Allah dengan melakukan solat lima waktu, berpuasa Ramadan dan menjaga
kemaluannya, lalu menunaikan hak hamba dengan berbakti kepada suaminya, maka
amal tersebut sudah cukup menjadi tiket untuk memasuki syurga dari pintu
manapun yang dikehendakinya. Hal ini menunjukkan bahwa amal berbakti kepada
suami adalah amal terbesar bagi seorang wanita, kerana hak hamba yang wajib
ditunaikan wanita adalah banyak seperti hak orang tua, hak kerabat, hak
tetangga, hak fakir miskin, hak anak yatim,hak kaum muslimin dll.
Namun diantara sekian hak hamba yang seharusnya ditunaikan oleh
seorang wanita, pelaksanaan salah satu hak hamba iaitu hak suami untuk ditaati
ternyata sudah cukup untuk menjamin wanita masuk syurga setelah dia menunaikan
hak-hak Allah seperti solat dan puasa.
Dalam hadis yang lain, Nabi juga mengajarkan kepada wanita
bahwa suami adalah syurga bagi isteri. Ertinya,
jika seorang isteri benar dalam memperlakukan suami, maka dia berhak
mendapatkan syurga, tetapi jika salah dalam memperlakukan suami maka dia layak
dimasukkan ke dalam neraka. Imam Ahmad meriwayatkan;
مسند أحمد (55/ 350)
عَنْ حُصَيْنِ بْنِ مِحْصَنٍ
أَنَّ عَمَّةً لَهُ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَاجَةٍ فَفَرَغَتْ مِنْ حَاجَتِهَا فَقَالَ لَهَا
أَذَاتُ زَوْجٍ أَنْتِ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ فَأَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ قَالَ يَعْلَى
فَكَيْفَ أَنْتِ لَهُ قَالَتْ مَا آلُوهُ إِلَّا مَا عَجَزْتُ عَنْهُ قَالَ
انْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ فَإِنَّهُ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ
“Dari Husain bin Mihshan bahwa isterinya datang kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam dan menyampaikan keperluannya, beliau lalu
bertanya: “Apakah kamu memiliki suami?” Dia menjawab, “Ya.” Beliau bertanya
lagi: “Bagaimana sikapmu terhadapnya?” dia menjawab, “Aku tidak menunda-nunda
(memenuhi keinginannya) kecuali kerana aku sudah tidak mampu lagi.” Kemudian
beliau bersabda: “Lihatlah di mana kedudukanmu darinya kerana sesungguhnya dia
adalah Syurga dan Nerakamu.(H.R.Ahmad)
Nabi memberitahu bahwa kebanyakan penghuni neraka adalah
wanita, dan sebab yang membuat mereka masuk neraka kebanyakan adalah kerana
kufur terhadap suami. Bukhari meriwayatkan;
صحيح البخاري (1/ 50)
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ
قِيلَ أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ قَالَ يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ
الْإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ
شَيْئًا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
Dari Ibnu ‘Abbas berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Aku diperlihatkan neraka, ternyata kebanyakan penghuninya
adalah wanita yang kufur“. Ditanyakan: “Apakah mereka kufur terhadap
Allah?” Beliau bersabda: “ (tidak tetapi) Mereka kufur terhadap suami,
dan kufur terhadap kebaikan. Seandainya kamu berbuat baik terhadap seseorang
dari mereka sepanjang masa, lalu dia melihat satu saja keburukan darimu maka
dia akan berkata: ‘aku belum pernah melihat kebaikan sedikitpun darimu (H.R.Bukhari)
Begitu besarnya hak suami, sampai Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam mengumpamakan seandainya beliau diizinkan memerintahkan
seseorang bersujud kepada orang lain niscaya beliau akan memerintahkan seorang
wanita bersujud kepada suaminya. Ahmad meriwayatkan;
مسند أحمد (25/ 199)
عَنْ حَفْصٍ عَنْ عَمِّهِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ
قَالَ
كَانَ أَهْلُ بَيْتٍ مِنْ الْأَنْصَارِ لَهُمْ
جَمَلٌ يَسْنُونَ عَلَيْهِ وَإِنَّ الْجَمَلَ اسْتُصْعِبَ عَلَيْهِمْ فَمَنَعَهُمْ
ظَهْرَهُ وَإِنَّ الْأَنْصَارَ جَاءُوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا إِنَّهُ كَانَ لَنَا جَمَلٌ نُسْنِي عَلَيْهِ
وَإِنَّهُ اسْتُصْعِبَ عَلَيْنَا وَمَنَعَنَا ظَهْرَهُ وَقَدْ عَطِشَ الزَّرْعُ
وَالنَّخْلُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ
قُومُوا فَقَامُوا فَدَخَلَ الْحَائِطَ وَالْجَمَلُ فِي نَاحِيَةٍ فَمَشَى
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ فَقَالَتْ الْأَنْصَارُ
يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِنَّهُ قَدْ صَارَ مِثْلَ الْكَلْبِ الْكَلِبِ وَإِنَّا
نَخَافُ عَلَيْكَ صَوْلَتَهُ فَقَالَ لَيْسَ عَلَيَّ مِنْهُ بَأْسٌ فَلَمَّا
نَظَرَ الْجَمَلُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَقْبَلَ نَحْوَهُ حَتَّى خَرَّ سَاجِدًا بَيْنَ يَدَيْهِ فَأَخَذَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنَاصِيَتِهِ أَذَلَّ مَا كَانَتْ
قَطُّ حَتَّى أَدْخَلَهُ فِي الْعَمَلِ فَقَالَ لَهُ أَصْحَابُهُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ هَذِهِ بَهِيمَةٌ لَا تَعْقِلُ تَسْجُدُ لَكَ وَنَحْنُ نَعْقِلُ فَنَحْنُ
أَحَقُّ أَنْ نَسْجُدَ لَكَ فَقَالَ لَا يَصْلُحُ لِبَشَرٍ أَنْ يَسْجُدَ لِبَشَرٍ
وَلَوْ صَلَحَ لِبَشَرٍ أَنْ يَسْجُدَ لِبَشَرٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ
تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا مِنْ عِظَمِ حَقِّهِ عَلَيْهَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ
لَوْ كَانَ مِنْ قَدَمِهِ إِلَى مَفْرِقِ رَأْسِهِ قُرْحَةً تَنْبَجِسُ
بِالْقَيْحِ وَالصَّدِيدِ ثُمَّ اسْتَقْبَلَتْهُ فَلَحَسَتْهُ مَا أَدَّتْ حَقَّهُ
“Dari Hafs dari bapa saudaranya, Anas bin Malik berkata, “Ada
sebuah keluarga dari kaum ansar yang memiliki seekor unta yang mereka gunakan
untuk menyiram ladang, hanya itu sahaja
unta tersebut tiba-tiba merasa sulit bagi kami untuk mejinakkannya dan mengelak
dari kami untuk ditunggangi, maka orang-orang ansar datang kepada Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa Sallam dan berkata: “Wahai Nabi Allah! sesungguhnya ada
seekor unta yang kami gunakan untuk menyiram ladang hanya saja tiba-tiba unta
tersebut merasa sulit bagi kami untuk menjinakkannya dan mengelak dari kami
untuk ditunggangi, padahal tanaman-tanaman serta pohon-pohon kurma kami dilanda
kekeringan.” Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda, “Berdirilah kamu
“, lalu mereka berdiri, dan masuk ke dalam kebun sedangkan unta tersebut telah
berada di sebuah tepi, maka Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam berjalan ke
arahnya dan orang-orang anshar berkata: “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya unta
tersebut menjadi seperti anjing yang galak dan kami takut jika dia menerjang
tuan”, maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda, “Saya tidak ada
masalah dengan unta ini”, dan tatkala unta tersebut melihat Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa Sallam dia berjalan ke arah beliau Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa Sallam kemudian jatuh dengan bersujud di depannya lalu
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam menyentuh ubun-ubunnya dan
menjinakkannya dengan suatu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya hingga
beliau Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam mempekerjakan unta tersebut.
Maka para sahabat berkata kepada beliau Shallallahu’alaihi wa Sallam: wahai
Rasulullah sesungguhnya binatang ini tidak memiliki akal namun dia bersujud
kepada Tuan sedangkan kita adalah manusia yang berakal maka kita lebih berhak
untuk bersujud kepada Tuan, maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam
bersabda: “Tidak boleh seorang manusia bersujud kepada manusia, dan jikalau
boleh seorang manusia bersujud kepada manusia niscaya saya akan memerintahkan seorang
wanita untuk bersujud kepada suaminya kerana besarnya hak suami terhadapnya,
demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya seandainya seorang suami memiliki
luka dari ujung kaki hingga ujung kepala yang mengalirkan nanah atau darah
kemudian si isteri menghadapinya hingga menjilatinya, maka hal itu belum
memenuhi seluruh haknya kepadanya” (H.R.Ahmad)
Nabi memuji wanita yang selalu berusaha memperoleh redha
suaminya baik dalam keadaan zalim maupun dizalimi. An-Nasai meriwayatkan;
سنن النسائي الكبرى (5/ 361)
عن
عبد الله بن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ألا أخبركم بنسائكم من
أهل الجنة الودود الولود العؤود على زوجها التي إذا آذت أو أوذيت جاءت حتى تأخذ
بيد زوجها ثم تقول والله لا أذوق غمضا حتى ترضى
“Dari Abdullah bin Abbas beliau berkata; Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda; Tidakkah aku beritahu kalian tentang wanita-wanita
kalian yang termasuk penghuni surga? Yang penyayang, subur, dan banyak memberi
manfaat kepada suaminya…yang jika menyakiti atau disakiti dia datang lalu
mengambil tangan suaminya kemudian berkata; demi Allah, aku tidak akan tidur
sebelum engkau redha” (H.R.An-Nasai)
Sebaliknya beliau juga mencela wanita yang tidak berterima kasih kepada suaminya dengan
mengatakan bahwa wanita-wanita semacam itu tidak dilihat dan diperhatikan
Allah. An-Nasai meriwayatkan;
سنن النسائي الكبرى (5/ 354)
عن عبد الله بن عمرو قال قال رسول الله صلى الله
عليه و سلم : لا ينظر الله إلى امرأة لا تشكر لزوجها وهي لا تستغني عنه
“Dari Abdullah bin ‘Amr beliau berkata; Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda; Allah tidak melihat seorang wanita yang
tidak berterima kasih kepada suaminya
padahal dia mempunyai suami” (H.R.An-Nasai)
Nabi menjamin, jika seorang wanita benar dalam memperlakukan
suaminya, lalu wanita tersebut mati dalam keadaan suaminya redha kepadanya,
maka wanita tersebut akan dimasukkan ke dalam surga. At-Tirmidzi meriwayatkan;
سنن الترمذى (4/ 388)
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتْ
الْجَنَّةَ
“Dari Umu Salamah berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Wanita manapun yang meninggal dan suaminya dalam keadaan redha
(kepadanya), niscaya dia masuk surga (H.R.At-Tirmidzi).”
Dengan besarnya hak yang dimiliki suami seperti ini maka
wajarlah jika Islam memberikan hak memilih suami itu sepenuhnya kepada wanita.
Siapapun tidak berhak mempengaruhi pilihan suami seorang wanita, apalagi
memaksanya. Jika seorang wanita menikah kerana dipaksa (meski oleh orang
tuanya), maka syariat memberi hak Khiyar (memilih) antara melanjutkan
pernikahan atau membatalkannya. Ketidaktaatan seorang wanita kepada orangtuanya
dalam hal memilih calon suami tidak tergolong kedurhakaan, dan malah jika ayah
(yang menjadi wali wanita) menghalang-halangi wanita menikah dengan lelaki
pilihannya maka ayah tersebut dianggap telah melakukan ‘Adhl (mempersulit
pernikahan) yang diharamkan syariat, dan statusnya menjadi orang fasik yang
ditolak persaksiannya dan gugur hak perwaliannya. Allah berfirman;
{فَلَا
تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ
بِالْمَعْرُوفِ} [البقرة: 232]
Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kahwin
lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat saling redho di antara mereka
dengan cara yang ma’ruf. (Al-Baqarah;232)
Kerana itu, dengan memahami kisah-kisah diatas bolehlah difahami bahwa hak suami
adalah hak yang besar, dan amal utama seorang wanita yang telah berumah tangga
adalah berbakti kepada suaminya. Seorang wanita bebas memilih siapapun yang
akan jadi suaminya, tetapi jika sudah menikah dengan lelaki pilihannya, maka
dia perlu bertanggung jawab berbakti
semaksima mungkin kepada suaminya. Wanita tidak boleh menyalahkan orang lain
jika suami jahat yang dikahwini adalah hasil pilihannya sendiri.
Oleh itu saudari tidak boleh menyesali pernikahan yang sudah terjadi dan anak-anak telah lahir. Lebih
bijaksana jika memahami bahwa suami yang jahat adalah bentuk ujian Allah, dan
ujian apapun yang dihadapi pasti berada ditahap yang disanggupi kerana Allah
tidak pernah membebani hamba kecuali sekadar kesanggupannya, dan setiap insan
akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diusahakannya.
Allah berfirman;
{ لَا
يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا
اكْتَسَبَتْ} [البقرة: 286]
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia
mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Al_Baqarah-286)
Selanjutnya, setelah mengetahui besarnya hak suami dan amal
utama seorang wanita untuk berbakti, harus diketahui bekal utama untuk menjalankan
amal tersebut yaitu; Sabar (ketabahan)
Keempat; menghadapi dengan Sabar
Harus difahami terlebih dahulu bahwa jahatnya pasangan tidak
menunjukkan buruknya kita. Jahatnya pasangan juga tidak boleh menjadi alasan
agar kita tidak menjadi hamba yang soleh. Asiyah, suaminya jahat yaitu Fir’aun,
tetapi Asiyah adalah wanita solehah yang jelas dijamin masuk syurga oleh Allah.
Nabi Nuh isterinya Kafir, namun hal itu tidak menjadi alasan Nabi Nuh menjadi
tidak soleh. Pasangan hidup tidak lebih hanya ujian hidup. Apa yang didapatkan
itulah yang dihadapi.
Memang menjadi idaman setiap wanita untuk mendapatkan suami
yang soleh, yang lembut, setia, memahami, bertutur kata halus dan lemah lembut,
berilmu, membimbing, bertanggungjawab dan kriteria-kriteria ideal yang lainnya. Namun harus diingat, saat ini
kita hidup di dunia, bukan di syurga. Dunia adalah tempat ujian, bukan tempat
pembalasan. Kerana itu sebaik-baik suami tentu tetaplah ada sedikit
kekurangannya, dan seburuk-buruk suami tentu
ada sedikit kebaikannya. Setiap kali wanita bertemu dengan situasi tidak
ideal dalam rumah tangga yang menyusahkannya akibat perlakuan suami, maka
sebaik-baik sikap adalah sabar (tabah). Kesusahan yang dihadapi dengan sabar kerana
semata-mata ingin memperoleh redha Allah, akan menghapuskan dosa dan kesalahan
seorang hamba. Bukhari meriwayatkan;
صحيح البخاري (17/ 374)
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ
وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا
كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau
bersabda: “Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan keletihan,
kehawatiran dan kesedihan, dan tidak juga gangguan dan kesusahan bahkan duri
yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya.(H.R.Bukhari)“
Terhapusnya dosa bermakna bersihnya diri. Bersihnya diri dan
kesucian jiwa akan membuat seorang hamba dicinta Rabbnya. Jika seorang hamba
sudah dicintai Rabbnya maka doanya akan didengar, keperluannya akan dipenuhi,
dilindungi dari marabahaya, dan dibela jika disakiti. Boleh jadi juga dengan
kedekatan kepada Allah seorang wanita boleh membuat keajaiban, yakni menjadi
perantara suaminya menjadi orang soleh sebagaimana dirinya. Kisah-kisah
keajaiban dalam rumah tangga semacam ini cukup banyak di dalam masyarakat.
Jadi yang dilakukan bukan meratapi nasib dan menyesali diri,
tetapi berbuat, beramal, dan berusaha semaksima mungkin setakat yang
dimampui dan keupayaannya. Asiyah isteri Firaun adalah contoh terbesar
seorang wanita yang berjaya beramal dengan benar, meskipun bersuamikan seorang
yang jahat. Asiah telah berhasil melewati episode hidup di dunia ini dengan
sempurna dan telah dijamin masuk syurga kerana dengan sikap hidupnya yang
benar. Hendaknya Asiyah ini benar-benar menjadi teladan. Allah berfirman;
{وَضَرَبَ
اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ آمَنُوا امْرَأَتَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ
ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ
وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ} [التحريم: 11]
dan Allah membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi
orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku
sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan
perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim (At-tahrim;11).
Namun, kadang-kadang persoalan dalam rumah tangga telah
mencapai level berat sehingga sulit diselesaikan dengan baik. Kerana itu Islam
memberikan solusi talak. Hanya saja Allah membenci dan tidak menyukai talak
meskipun memubahkannya. Talak hendaknya dijadikan solusi terakhir jika
persoalan sudah tidak mungkin lagi diselesaikan dengan cara baik-baik.
Seorang wanita hendaknya juga perlu berhati-hati dalam
meminta talak, kerana meminta talak dengan alasan yang tidak benar adalah haram
dan pelakunya diancam tidak akan mencium baunya surga. Imam Ahmad meriwayatkan;
مسند أحمد (45/ 360)
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلَاقَ مِنْ غَيْرِ مَا بَأْسٍ
فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ
Dari Tsauban berkata; Rasulullah
Shallallahu’alaihiwasallam bersabda; “Siapa pun wanita yang meminta talak pada
suaminya tanpa alasan maka bau syurga haram baginya.”(H.R.Ahmad)
Alasan yang dibenar untuk meminta Tafriq (pemisahan ikatan
pernikahan oleh Hakim) yang tidak haram adalah seperti suami tidak memberi nafkah,
suami gila, suami terkena penyakit yang berbahaya jika hidup bersama dan
seumpamaya. Jika sekadar kasarnya ucapan, maka hal itu belum cukup untuk
membolehkan wanita meminta Tafriq. Jadi, menghadapi dengan sabar sebagaimana
dianjurkan oleh Islam adalah sikap yang
paling bijaksana, lebih-lebih lagi saudari telah mempunyai tiga orang anak,
perceraian secara tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan psikologi
anak-anak. Mudah-mudahan Allah memberi taufiq ketabahan kepada saudari.
Kesimpannya setiap apa yang berlaku terhadap kita adalah
satu ujian dari Allah, jika kita dapat hadapi dengan sabar dan penuh redha,
maka kita akan memperolehi paha dan yakinlah Allah akan memberi kita kebahagian
dan keceriaan setelah melalui segala ujian yang getir itu, In sya Allah.
Wallahualam
Sumber:
Muhammad Muafa