RAIHANPAHIMI

publish your book for free?AFF=9142

Wednesday, 14 October 2015

Hijrah dan Pembangunan Masyarakat Islam



Hijrah dan Pembangunan Masyarakat Islam

Allah SWT berfirman, “Barang siapa yang berhijrah di jalan Allah nescaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An-Nisa: 100)

Setiap tahun kita akan merayakan Maal Hijrah. Banyak kisah hijrah yang di ceritakan oleh para ustaz,  namun sedikit di antara kita yang menyadari, bahkan kadangkala tidak mengerti akan keperluan sebenari yang terkandung dalam sejarah Hijrah yang pernah dilalui, padahal Allah tidak menjadikan suatu peristiwa dengan sia-sia, namun ada dibalik itu ibrah (pelajaran) yang patut diambil dan diingat untuk dijadikan neraca terhadap kehidupan yang akan datang.
“Sesungguhnya dalam kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (Yusuf: 111)
Banyak sejarah dan peristiwa yang telah dilalui oleh nabi Muhammad saw – Penghulu para nabi, penyeru kebaikan, penentang kebatilan dan pembawa rahmat ke segala penjuru alam- sejak nabi saw dilahirkan dari rahim ibunya hingga selesai menunaikan tugasnya sebagai utusan Allah dengan hasil; terbentuknya masyarakat yang beriman kepada Allah, bebas dari kemusyrikan, kekufuran dan kemunafikan, masyarak yang selalu memberikan dan memelihara keamanan, kesejahteraan dan ketenteraman; baik sesama muslim ataupun terhadap non-muslim yang hidup di sekitar mereka.
Di antara catatan sejarah yang sangat masyhur dalam perjalanan hidup Rasulullah saw adalah peristiwa hijrah Rasulullah saw dan sahabatnya dari kota Mekkah ke kota Madinah. Dalam peristiwa tersebut terdapat segelintir manusia yang begitu kuat dalam memegang prinsip yang diyakini, tegar dalam mempertahankan aqidah, dan gigih dalam memperjuangkan kebenaran. Sehingga sejarah pun dengan bangga melakarkan tinta emasnya untuk mengenang sejarah tersebut agar dapat dijadikan kayu ukur dalam pembangunan masyarakat madani dan rabbani, tegak di atas kebaikan, tegas terhadap kekufuran dan lemah lembut terhadap sesama muslim.
Pengertian Hijrah
Para ahli bahasa berbeda pendapat dalam mengertikan kata “hijrah” namun kesemuanya berkesimpulan bahwa hijrah adalah menghindari/menjauhi diri dari sesuatu, baik dengan jasad, lisan dan hati. Hijrah dengan jasad berarti pindah dari suatu tempat menuju tempat lain, seperti firman Allah, “dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka” (An-Nisa: 34), dan hijrah dengan lisan bererti menjauhi perkataan kotor dan keji, seperti firman Allah, “Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik” (Muzammil: 10), sementara hijrah dengan hati berarti menjauhi sesuatu tanpa menampakkan perbuatan, seperti firman Allah, “Berkatalah Rasul: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an ini suatu yang tidak diacuhkan’ “. (Al-Furqan: 30). Dan boleh juga bererti dengan semuanya, seperti firman Allah, “dan perbuatan dosa, maka jauhilah” (Al-Muddatstsir: 5)
Adapun makna hijrah menurut Al-Qur’an memiliki beberapa pengertian, dimana kata hijrah disebutkan dalam Al-Qur’an lebih 28 kali di dalam berbagai bentuk dan makna; ada dalam bentuk kata kerja untuk masa lampau iaitu sebanyak 12 kali, atau kata kerja untuk masa sekarang dan akan datang yaitu sebanyak 3 kali, atau dalam bentuk perintah sebanyak 6 kali, masdar (kata keterangan) yaitu sebanyak 1 kali, ataupun dalam bentuk subjek, iaitu sebanyak 6 kali, baik dalam bentuk singular 1 kali atau plural umum 4 kali atau khusus wanita 1 kali.

Adapun makna hijrah itu sendiri seperti yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an adalah sebagai berikut:

  1. Hijrah bererti mencela sesuatu yang benar karena takabur, seperti firman Allah, “Dengan menyombongkan diri terhadap Al-Qur’an itu dan mengucapkan perkataan-perkataan keji” (Al-Mu’minun: 67)
  2. Hijrah berarti pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain guna mencari keselamatan diri dan mempertahankan aqidah. Seperti firman Allah, “Barangsiapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak”. (An-Nisa: 100)
  3. Hijrah berarti pisah ranjang antara suami dan istri, seperti firman Allah, “Dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka” (An-Nisa: 34)
  4. Hijrah berarti mengsingkan diri, seperti ucapan ayahnya Nabi Ibrahim kepada beliau, “Dan tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama”. (Maryam: 46)
Hakikat Hijrah

Dari makna hijrah di atas dan melihat perjalanan dakwah Rasulullah saw seperti yang tecatat dalam ayat-ayat Al-Qur’an Al-Karim, dapat disimpulkan bahwa hakikat hijrah terbahagi pada dua bahagian:

1. Mensucikan diri
Hijrah dalam erti menjauhi kemaksiatan dan menyembah berhala, seperti dalam firman Allah, “Dan perbuatan dosa, maka jauhilah” (Muddatstsir: 5) dan firman-Nya, “Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik” (Muzammil: 10)
Kedua ayat di atas turun di masa Rasulullah saw memulai dakwah, pada saat itu nabi saw diperintahkan oleh Allah untuk menjauhi diri dari perbuatan keji dan mungkar dan dari mengikuti perbuatan syirik dan dosa seperti yang dilakukan oleh orang musyrik di kota Mekkah pada saat itu. Sehingga dengan hijrah; hati, perkataan dan perbuatan menjadi bersih dari segala maksiat, dosa dan syirik.

Di samping itu Allah juga memerintahkan kepada Beliau untuk bersabar terhadap cacian, cercaan, makian, siksaan,  dan segala bentuk penolakan yang bersifat halus dan kasar, dan berusaha untuk menghindar dari mereka dengan cara yang baik.

Cara ini pula yang diterapkan oleh Rasulullah dalam berdakwah kepada para sahabatnya hingga pada akhirnya beliau berhasil melahirkan generasi yang berjiwa bersih, berhati suci, bahkan membentuk generasi yang ideal, bersih dari kemusyrikan, kekufuran dan kemunafikan, kuat dan teguh, dan memiliki ikatan ukhuwah islamiyah yang erat. Padahal sebelumnya mereka tidak mengenal Islam bahkan takut terhadapnya, namun setelah mengenal Islam dan hijrah ke dalamnya, justru menjadi peneraju bagi tegaknya ajaran Islam. Kisah  khalifah Umar bin Khathab ra, menarik untuk kita rujuk; beliau di masa awal dakwah sebelum memeluk Islam dikenal dengan julukan “penghulu para pelaku kejahatan”, namun setelah hijrah beliau menjadi pemimpin umat yang disegani, tawadhu dan suka menolong orang miskin, beliau menjadi tonggak bagi tegaknya ajaran Islam.

Begitupun dengan kisah Khalid bin Walid, Abu Sofyan dan sahabat yang lainnya, menjadi bukti kongkret akan perjalanan hijrah mereka dari kegelapan, kekufuran dan kemaksiatan menuju cahaya Allah. Karena itu pula Rasulullah saw pernah bersabda, “Sebaik-baik kalian di masa Jahiliyah, sebaik-baik kalian di masa Islam, jika mereka mau memahami”.

Hijrah secara umum artinya meninggalkan segala macam bentuk kemaksiatan dan kemungkaran, baik dalam perasaan (hati), perkataan dan perbuatan.

Hijrah ini juga merupakan sunnah para nabi sebelum Rasulullah saw diutus, dimana Allah memerintahkan para utusannya untuk melakukan perbaikan diri terlebih dahulu, seperti nabi Ibrahim, di saat beliau mencari kebenaran hakiki dan menemukannya, beliau berkata kepada kaumnya, 

“Sesungguhnya saya akan pergi menuju Tuhan saya, kerana Dialah yang akan memberi hidayah kepada saya”.

Begitu pula dengan kisah nabi Luth saat beliau menyerukan iman kepada kaumnya, walaupun kaumnya mendustakannya, dan bahkan mengecam dan mengancam akan membunuhnya, namun beliau tetap dalam pendiriannya dan berkata,

 “Sesungguhnya saya telah berhijrah menuju Tuhan saya, sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa dan Bijaksana”. (Al-Ankabut: 26)

Hijrah ini sangatlah berat, karena di samping harus memiliki kesabaran, juga dituntut memiliki ketahanan ideologi dan keyakinan agar tidak mudah dipujuk rayu dan godaan dari kenikmatan dunia yang fana, dan memiliki ketahanan diri dan tidak mudah lentur saat mendapatkan cobaan dan siksaan yang setiap saat menghadangnya, berusaha membedakan diri walaupun mereka hidup di tengah-tengah mereka, kerana ciri khas seorang muslim sejati “yakhtalitun walaakin yatamayyazun” (bercampur baur namun memiliki ciri khas tersendiri/tidak dicemari).

Adapun keperluan dari hijrah ini sangatlah besar, dimana suatu komuniti tidak akan menjadi baik kalau setiap individu yang ada dalam komuniti tersebut telah rusak, namun sebaliknya; baiknya suatu komuniti bergantung kepada individu itu sendiri. Kerana -dalam rangka membentuk komuniti yang bersih, taat kepada Allah dan syariat-syariat-Nya- pengkondisian sisi internal melalui pembersihan jiwa dan raga dari segala kotoran, baik hissi (bathin) dan zhahiri (tampak) merupakan hal yang sangat mendasar sekali sebelum melakukan perbaikan terhadap sisi external.

Demikianlah hendaknya yang harus kita pahami akan makna dan hakikat hijrah, dimana krisis multidimensi sudah begitu menggejala dalam tubuh umat Islam, dan diperparah dengan terkikisnya norma-norma Islam dalam tubuh mereka; perlu adanya pembenahan diri sedini mungkin, diawali dari diri sendiri, lalu setelah itu anggota keluarga, lingkungan sekitar dan masyarakat luas.

2. Pindah Dari Suatu Tempat Ke Tempat Yang Lain

Dalam ayat-ayat yang berkenaan tentang hijrah banyak kita temukan bahwa mayoritas dari pengertian hijrah adalah pindah dari suatu tempat ke tempat yang lainnya, ataupun secara spesifik berarti pindah dari suatu tempat yang tidak memberikan jaminan akan perkembangan dan keberlangsungan dakwah Islam serta menjalankan syari’at Islam ke tempat yang memberikan keamanan, ketenangan dan kenyamanan dalam menjalankan syariat Islam tersebut.

Namun hijrah dalam pengertian pindah tempat tidak akan belaku dan terlaksana jika hijrah dalam pengertian yang pertama belum terwujud. Kerana bagaimana mungkin seseorang atau kelompok sudi melakukan hijrah (pindah) dengan menempuh perjalanan yang sangat jauh, meninggalkan keluarga, harta dan tempat tinggal ke tempat yang sama sekali belum dikenal, tidak ada sanak saudara dan harta menjanjikan di sana kecuali dengan keimanan yang mantap dan keyakinan yang matang terhadap Allah.

Dengan berhasilnya hijrah yang pertama secara total mereka pun siap melakukan hijrah yang kedua, yang mana tujuannya adalah mempertahankan akidah walaupun taruhannya adalah nyawa. Bersedia  meninggalkan segala apa yang mereka miliki dan cintai, sanggup berpisah dengan keluarga dan sanak saudara,bahkan sanggup meninggalkan tanah kelahiran mereka.

Salah satu contoh yang tepat dapat dijadikan ibrah adalah hijrahnya Suhaib bin Sinan Ar-Rumi, seorang pemuda yang pada awalnya terkenal dengan lelaki yang gagah dan rupawan, kaya raya, namun kerana akidah yang sudah melekat di hatinya, beliau rela meninggalkan itu semua, kerana orang kafir melarang beliau berhijrah jika hartanya ikut dibawa, akhirnya dengan berbekal seadanya beliau pun pergi melaksanakan hijrah, dan ketika Rasulullah saw mendengar kabar tersebut, beliau pun bersabda sambil memuji apa yang dilakukan Suhaib, “beruntunglah Suhaib, beruntunglah Suhaib!!”

Oleh kerana beratnya perjalanan hijrah Allah meletakkannya sebagai jihad yang besar dan berkait  rapat dengan iman yang kuat. Kita boleh lihat dalam ayat-ayat Al-Qur’an, Allah menyebutkan kedudukan hijrah ini dan ganjaran bagi mereka yang melakukan hijrah.

Kedudukan Hijrah

  1. Hijrah merupakan simbol akan iman yang hakiki (manifastasi iman sejati), bahwa seorang yang berhijrah bererti telah mengikrarkan diri dengan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, sedangkan aplikasi dari keimanan tersebut adalah siap dan rela meninggalkan segala sesuatu yang akan terjadi seperti hijrah demi mempertahankan akidah yang diyakini. Kerana hakikat iman itu sendiri adalah pengakuan melalui lisan, dibenarkan dalam hati dan diaplikasikan dalam perbuatan, sedangkan hijrah di sini merupakan salah satu dari wacana tersebut. (Al-Baqarah: 218) (Al-Anfal: 72,74) (Al-Ahzab: 6)
  2.  
  3. Hijrah merupakan ujian dan cobaan, kerana setiap orang yang hidup pasti akan mendapatkan suatu cobaan, terutama bagi orang yang beriman, sebesar apa keimanan seseorang maka sebesar itu pula cobaan, ujian dan fitnah yang akan dihadapi. Meninggalkan harta, keluarga, sanak saudara dan tanah air merupakan cobaan yang sangat berat, apalagi tempat yang dituju masih belum pasti, banyak perkara yang tidak boleh dibayangkan akan kerasnya ujian dan cobaan yang dihadapi saat manusia sudah mengikrarkan diri sebagai hamba Allah. (16:110)
  4.  
  5. Hijrah sama derajatnya dengan jihad, kerana hijrah merupakan salah satu cara mempertahankan akidah dan kehormatan diri maka Allah SWT mensejajarkannya dengan jihad dijalan-Nya yang tentunya ganjarannya pun akan sama dengan jihad. (Al-Baqarah: 218), (Al-Anfal: 72,74)
Ganjaran Orang yang Berhijrah

Adapun ganjaran bagi orang yang melakukan hijrah kerana Allah, maka bagi mereka ganjaran yang berlimpah dan tempat serta darjat yang tinggi di sisi Allah, hal ini boleh kita lihat dalam firman Allah yang berkenaan tentang ganjaran bagi orang berhijrah sebagai berikut:
  • Rezki yang berlimpah di dunia (An-Nisa: 100) (Al-Anfal: 79)
  • Kesalahan dihapus dan dosa diampuni (Ali Imran: 195)
  • Derajatnya ditinggikan oleh Allah (At-Taubah: 20)
  • Kemenangan yang besar (At-Taubah: 20, 100)
  • Tempat kembalinya adalah surga (At-Taubah: 20-22)
  • Mendapatkan ridha dari Allah (At-Taubah: 100)
Kalau kita lihat dari kenikmatan yang diberikan oleh Allah SWT kepada mereka yang mau mengorbankan diri dalam mempertahankan keimanan, mungkin tidak sebanding, kerana begitu banyaknya kenikmatan yang diberikan, kenikmatan di dunia; berupa rezki yang berlimpah, kelapangan tempat tinggal, dan kenikmatan akhirat; dosa-dosa diampuni, darjat yang tinggi di sisi Allah, dan mendapatkan kemenangan yang besar serta surga yang luasnya seluas antara langit dan bumi sebagai tempat kembali yang kekal, namun yang lebih utama dari semua janji tersebut adalah mendapatkan ridha dari Allah, sehingga dengan ridha Allah dimana dan ke manapun orang yang diridhai itu berada dan pergi maka Allah akan selalu berada di sisinya, kehidupannya akan terjamin, dan yang lebih utama mendapat kenikmatan yang besar yaitu dapat melihat Allah di akhirat kelak.
Apakah masih releven melakukan hijrah pada saat ini?

Melihat kenyataan yang ada memang hijrah pada saat ini masih sangat relevan untuk diterapkan terutama yang berkaitan dengan hijrah nafsiyah (individu) dengan berusaha menjauhkan diri dari melakukan perbuatan yang menyimpang dan berusaha memperbaiki diri untuk bersih dari segala perbuatan kotor, sehingga hati, jiwa dan raga serta segala perbuatan menjadi suci. Dan setelah itu berusaha menghijrahkan keluarga, kerabat, lingkungan dan masyarakat yang ada di sekitarnya (terdekat), hingga pada akhirnya membentuk komuniti yang siap melakukan hijrah. “Barang siapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Wallahu a’lam

Sumber: dakwatuna

No comments:

Post a Comment

Thanks for your comments, I will reply soon.