Hijrah
dan Pembangunan Masyarakat Islam
Allah SWT berfirman, “Barang siapa yang berhijrah di jalan
Allah nescaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan
rezki yang banyak. Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud
berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum
sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi
Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An-Nisa: 100)
Setiap tahun kita akan merayakan Maal Hijrah. Banyak kisah
hijrah yang di ceritakan oleh para ustaz, namun sedikit di antara kita yang menyadari,
bahkan kadangkala tidak mengerti akan keperluan sebenari yang terkandung dalam
sejarah Hijrah yang pernah dilalui, padahal Allah tidak menjadikan suatu
peristiwa dengan sia-sia, namun ada dibalik itu ibrah (pelajaran) yang patut
diambil dan diingat untuk dijadikan neraca terhadap kehidupan yang akan datang.
“Sesungguhnya dalam kisah-kisah mereka itu terdapat
pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman”. (Yusuf: 111)
Banyak sejarah dan peristiwa yang telah dilalui oleh nabi
Muhammad saw – Penghulu para nabi, penyeru kebaikan, penentang kebatilan dan
pembawa rahmat ke segala penjuru alam- sejak nabi saw dilahirkan dari rahim
ibunya hingga selesai menunaikan tugasnya sebagai utusan Allah dengan hasil;
terbentuknya masyarakat yang beriman kepada Allah, bebas dari kemusyrikan, kekufuran
dan kemunafikan, masyarak yang selalu memberikan dan memelihara keamanan,
kesejahteraan dan ketenteraman; baik sesama muslim ataupun terhadap non-muslim
yang hidup di sekitar mereka.
Di antara catatan sejarah yang sangat masyhur dalam
perjalanan hidup Rasulullah saw adalah peristiwa hijrah Rasulullah saw dan
sahabatnya dari kota Mekkah ke kota Madinah. Dalam peristiwa tersebut terdapat
segelintir manusia yang begitu kuat dalam memegang prinsip yang diyakini, tegar
dalam mempertahankan aqidah, dan gigih dalam memperjuangkan kebenaran. Sehingga
sejarah pun dengan bangga melakarkan tinta emasnya untuk mengenang sejarah tersebut
agar dapat dijadikan kayu ukur dalam pembangunan masyarakat madani dan rabbani,
tegak di atas kebaikan, tegas terhadap kekufuran dan lemah lembut terhadap
sesama muslim.
Pengertian Hijrah
Para ahli bahasa berbeda pendapat dalam mengertikan kata
“hijrah” namun kesemuanya berkesimpulan bahwa hijrah adalah
menghindari/menjauhi diri dari sesuatu, baik dengan jasad, lisan dan hati.
Hijrah dengan jasad berarti pindah dari suatu tempat menuju tempat lain,
seperti firman Allah, “dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka”
(An-Nisa: 34), dan hijrah dengan lisan bererti menjauhi perkataan kotor dan
keji, seperti firman Allah, “Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan
dan jauhilah mereka dengan cara yang baik” (Muzammil: 10), sementara hijrah
dengan hati berarti menjauhi sesuatu tanpa menampakkan perbuatan, seperti
firman Allah, “Berkatalah Rasul: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan
Al-Qur’an ini suatu yang tidak diacuhkan’ “. (Al-Furqan: 30). Dan boleh juga
bererti dengan semuanya, seperti firman Allah, “dan perbuatan dosa, maka
jauhilah” (Al-Muddatstsir: 5)
Adapun makna hijrah menurut Al-Qur’an memiliki beberapa
pengertian, dimana kata hijrah disebutkan dalam Al-Qur’an lebih 28 kali di
dalam berbagai bentuk dan makna; ada dalam bentuk kata kerja untuk masa lampau
iaitu sebanyak 12 kali, atau kata kerja untuk masa sekarang dan akan datang
yaitu sebanyak 3 kali, atau dalam bentuk perintah sebanyak 6 kali, masdar (kata
keterangan) yaitu sebanyak 1 kali, ataupun dalam bentuk subjek, iaitu sebanyak
6 kali, baik dalam bentuk singular 1 kali atau plural umum 4 kali atau khusus
wanita 1 kali.
Adapun makna hijrah itu sendiri seperti yang terkandung
dalam ayat-ayat Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
- Hijrah bererti mencela sesuatu yang benar karena takabur, seperti firman Allah, “Dengan menyombongkan diri terhadap Al-Qur’an itu dan mengucapkan perkataan-perkataan keji” (Al-Mu’minun: 67)
- Hijrah berarti pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain guna mencari keselamatan diri dan mempertahankan aqidah. Seperti firman Allah, “Barangsiapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak”. (An-Nisa: 100)
- Hijrah berarti pisah ranjang antara suami dan istri, seperti firman Allah, “Dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka” (An-Nisa: 34)
- Hijrah berarti mengsingkan diri, seperti ucapan ayahnya Nabi Ibrahim kepada beliau, “Dan tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama”. (Maryam: 46)
Hakikat Hijrah
Dari makna hijrah di atas dan melihat perjalanan dakwah Rasulullah
saw seperti yang tecatat dalam ayat-ayat Al-Qur’an Al-Karim, dapat disimpulkan
bahwa hakikat hijrah terbahagi pada dua bahagian:
1. Mensucikan diri
Hijrah dalam erti menjauhi kemaksiatan dan menyembah
berhala, seperti dalam firman Allah, “Dan perbuatan dosa, maka jauhilah”
(Muddatstsir: 5) dan firman-Nya, “Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka
ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik” (Muzammil: 10)
Kedua ayat di atas turun di masa Rasulullah saw memulai
dakwah, pada saat itu nabi saw diperintahkan oleh Allah untuk menjauhi diri
dari perbuatan keji dan mungkar dan dari mengikuti perbuatan syirik dan dosa
seperti yang dilakukan oleh orang musyrik di kota Mekkah pada saat itu.
Sehingga dengan hijrah; hati, perkataan dan perbuatan menjadi bersih dari
segala maksiat, dosa dan syirik.
Di samping itu Allah juga memerintahkan kepada Beliau untuk
bersabar terhadap cacian, cercaan, makian, siksaan, dan segala bentuk penolakan yang bersifat
halus dan kasar, dan berusaha untuk menghindar dari mereka dengan cara yang
baik.
Cara ini pula yang diterapkan oleh Rasulullah dalam
berdakwah kepada para sahabatnya hingga pada akhirnya beliau berhasil
melahirkan generasi yang berjiwa bersih, berhati suci, bahkan membentuk
generasi yang ideal, bersih dari kemusyrikan, kekufuran dan kemunafikan, kuat
dan teguh, dan memiliki ikatan ukhuwah islamiyah yang erat. Padahal sebelumnya
mereka tidak mengenal Islam bahkan takut terhadapnya, namun setelah mengenal
Islam dan hijrah ke dalamnya, justru menjadi peneraju bagi tegaknya ajaran
Islam. Kisah khalifah Umar bin Khathab
ra, menarik untuk kita rujuk; beliau di masa awal dakwah sebelum memeluk Islam
dikenal dengan julukan “penghulu para pelaku kejahatan”, namun setelah hijrah
beliau menjadi pemimpin umat yang disegani, tawadhu dan suka menolong orang
miskin, beliau menjadi tonggak bagi tegaknya ajaran Islam.
Begitupun dengan kisah Khalid bin Walid, Abu Sofyan dan
sahabat yang lainnya, menjadi bukti kongkret akan perjalanan hijrah mereka dari
kegelapan, kekufuran dan kemaksiatan menuju cahaya Allah. Karena itu pula
Rasulullah saw pernah bersabda, “Sebaik-baik kalian di masa Jahiliyah,
sebaik-baik kalian di masa Islam, jika mereka mau memahami”.
Hijrah secara umum artinya meninggalkan segala macam bentuk
kemaksiatan dan kemungkaran, baik dalam perasaan (hati), perkataan dan
perbuatan.
Hijrah ini juga merupakan sunnah para nabi sebelum
Rasulullah saw diutus, dimana Allah memerintahkan para utusannya untuk
melakukan perbaikan diri terlebih dahulu, seperti nabi Ibrahim, di saat beliau
mencari kebenaran hakiki dan menemukannya, beliau berkata kepada kaumnya,
“Sesungguhnya saya akan pergi menuju Tuhan saya, kerana Dialah yang akan
memberi hidayah kepada saya”.
Begitu pula dengan kisah nabi Luth saat beliau menyerukan
iman kepada kaumnya, walaupun kaumnya mendustakannya, dan bahkan mengecam dan
mengancam akan membunuhnya, namun beliau tetap dalam pendiriannya dan berkata,
“Sesungguhnya saya telah berhijrah menuju Tuhan saya, sesungguhnya Dialah yang
Maha Perkasa dan Bijaksana”. (Al-Ankabut: 26)
Hijrah ini sangatlah berat, karena di samping harus memiliki
kesabaran, juga dituntut memiliki ketahanan ideologi dan keyakinan agar tidak
mudah dipujuk rayu dan godaan dari kenikmatan dunia yang fana, dan memiliki ketahanan
diri dan tidak mudah lentur saat mendapatkan cobaan dan siksaan yang setiap
saat menghadangnya, berusaha membedakan diri walaupun mereka hidup di
tengah-tengah mereka, kerana ciri khas seorang muslim sejati “yakhtalitun
walaakin yatamayyazun” (bercampur baur namun memiliki ciri khas
tersendiri/tidak dicemari).
Adapun keperluan dari hijrah ini sangatlah besar, dimana
suatu komuniti tidak akan menjadi baik kalau setiap individu yang ada dalam
komuniti tersebut telah rusak, namun sebaliknya; baiknya suatu komuniti
bergantung kepada individu itu sendiri. Kerana -dalam rangka membentuk komuniti
yang bersih, taat kepada Allah dan syariat-syariat-Nya- pengkondisian sisi
internal melalui pembersihan jiwa dan raga dari segala kotoran, baik hissi (bathin)
dan zhahiri (tampak) merupakan hal yang sangat mendasar sekali sebelum
melakukan perbaikan terhadap sisi external.
Demikianlah hendaknya yang harus kita pahami akan makna dan
hakikat hijrah, dimana krisis multidimensi sudah begitu menggejala dalam tubuh
umat Islam, dan diperparah dengan terkikisnya norma-norma Islam dalam tubuh
mereka; perlu adanya pembenahan diri sedini mungkin, diawali dari diri sendiri,
lalu setelah itu anggota keluarga, lingkungan sekitar dan masyarakat luas.
2. Pindah Dari Suatu Tempat Ke Tempat Yang Lain
Dalam ayat-ayat yang berkenaan tentang hijrah banyak kita
temukan bahwa mayoritas dari pengertian hijrah adalah pindah dari suatu tempat
ke tempat yang lainnya, ataupun secara spesifik berarti pindah dari suatu
tempat yang tidak memberikan jaminan akan perkembangan dan keberlangsungan
dakwah Islam serta menjalankan syari’at Islam ke tempat yang memberikan
keamanan, ketenangan dan kenyamanan dalam menjalankan syariat Islam tersebut.
Namun hijrah dalam pengertian pindah tempat tidak akan
belaku dan terlaksana jika hijrah dalam pengertian yang pertama belum terwujud.
Kerana bagaimana mungkin seseorang atau kelompok sudi melakukan hijrah (pindah)
dengan menempuh perjalanan yang sangat jauh, meninggalkan keluarga, harta dan
tempat tinggal ke tempat yang sama sekali belum dikenal, tidak ada sanak
saudara dan harta menjanjikan di sana kecuali dengan keimanan yang mantap dan
keyakinan yang matang terhadap Allah.
Dengan berhasilnya hijrah yang pertama secara total mereka
pun siap melakukan hijrah yang kedua, yang mana tujuannya adalah mempertahankan
akidah walaupun taruhannya adalah nyawa. Bersedia meninggalkan segala apa yang mereka miliki dan
cintai, sanggup berpisah dengan keluarga dan sanak saudara,bahkan sanggup meninggalkan
tanah kelahiran mereka.
Salah satu contoh yang tepat dapat dijadikan ibrah adalah
hijrahnya Suhaib bin Sinan Ar-Rumi, seorang pemuda yang pada awalnya terkenal
dengan lelaki yang gagah dan rupawan, kaya raya, namun kerana akidah yang sudah
melekat di hatinya, beliau rela meninggalkan itu semua, kerana orang kafir
melarang beliau berhijrah jika hartanya ikut dibawa, akhirnya dengan berbekal
seadanya beliau pun pergi melaksanakan hijrah, dan ketika Rasulullah saw
mendengar kabar tersebut, beliau pun bersabda sambil memuji apa yang dilakukan
Suhaib, “beruntunglah Suhaib, beruntunglah Suhaib!!”
Oleh kerana beratnya perjalanan hijrah Allah meletakkannya
sebagai jihad yang besar dan berkait
rapat dengan iman yang kuat. Kita boleh lihat dalam ayat-ayat Al-Qur’an,
Allah menyebutkan kedudukan hijrah ini dan ganjaran bagi mereka yang melakukan
hijrah.
Kedudukan Hijrah
- Hijrah merupakan simbol akan iman yang hakiki (manifastasi iman sejati), bahwa seorang yang berhijrah bererti telah mengikrarkan diri dengan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, sedangkan aplikasi dari keimanan tersebut adalah siap dan rela meninggalkan segala sesuatu yang akan terjadi seperti hijrah demi mempertahankan akidah yang diyakini. Kerana hakikat iman itu sendiri adalah pengakuan melalui lisan, dibenarkan dalam hati dan diaplikasikan dalam perbuatan, sedangkan hijrah di sini merupakan salah satu dari wacana tersebut. (Al-Baqarah: 218) (Al-Anfal: 72,74) (Al-Ahzab: 6)
- Hijrah merupakan ujian dan cobaan, kerana setiap orang yang hidup pasti akan mendapatkan suatu cobaan, terutama bagi orang yang beriman, sebesar apa keimanan seseorang maka sebesar itu pula cobaan, ujian dan fitnah yang akan dihadapi. Meninggalkan harta, keluarga, sanak saudara dan tanah air merupakan cobaan yang sangat berat, apalagi tempat yang dituju masih belum pasti, banyak perkara yang tidak boleh dibayangkan akan kerasnya ujian dan cobaan yang dihadapi saat manusia sudah mengikrarkan diri sebagai hamba Allah. (16:110)
- Hijrah sama derajatnya dengan jihad, kerana hijrah merupakan salah satu cara mempertahankan akidah dan kehormatan diri maka Allah SWT mensejajarkannya dengan jihad dijalan-Nya yang tentunya ganjarannya pun akan sama dengan jihad. (Al-Baqarah: 218), (Al-Anfal: 72,74)
Ganjaran Orang yang Berhijrah
Adapun ganjaran bagi orang yang melakukan hijrah kerana Allah, maka bagi mereka ganjaran yang berlimpah dan tempat serta darjat yang tinggi di sisi Allah, hal ini boleh kita lihat dalam firman Allah yang berkenaan tentang ganjaran bagi orang berhijrah sebagai berikut:
Adapun ganjaran bagi orang yang melakukan hijrah kerana Allah, maka bagi mereka ganjaran yang berlimpah dan tempat serta darjat yang tinggi di sisi Allah, hal ini boleh kita lihat dalam firman Allah yang berkenaan tentang ganjaran bagi orang berhijrah sebagai berikut:
- Rezki yang berlimpah di dunia (An-Nisa: 100) (Al-Anfal: 79)
- Kesalahan dihapus dan dosa diampuni (Ali Imran: 195)
- Derajatnya ditinggikan oleh Allah (At-Taubah: 20)
- Kemenangan yang besar (At-Taubah: 20, 100)
- Tempat kembalinya adalah surga (At-Taubah: 20-22)
- Mendapatkan ridha dari Allah (At-Taubah: 100)
Kalau kita lihat dari kenikmatan yang diberikan oleh Allah
SWT kepada mereka yang mau mengorbankan diri dalam mempertahankan keimanan,
mungkin tidak sebanding, kerana begitu banyaknya kenikmatan yang diberikan,
kenikmatan di dunia; berupa rezki yang berlimpah, kelapangan tempat tinggal,
dan kenikmatan akhirat; dosa-dosa diampuni, darjat yang tinggi di sisi Allah,
dan mendapatkan kemenangan yang besar serta surga yang luasnya seluas antara
langit dan bumi sebagai tempat kembali yang kekal, namun yang lebih utama dari
semua janji tersebut adalah mendapatkan ridha dari Allah, sehingga dengan ridha
Allah dimana dan ke manapun orang yang diridhai itu berada dan pergi maka Allah
akan selalu berada di sisinya, kehidupannya akan terjamin, dan yang lebih utama
mendapat kenikmatan yang besar yaitu dapat melihat Allah di akhirat kelak.
Apakah masih releven melakukan hijrah pada saat ini?
Melihat kenyataan yang ada memang hijrah pada saat ini masih
sangat relevan untuk diterapkan terutama yang berkaitan dengan hijrah nafsiyah
(individu) dengan berusaha menjauhkan diri dari melakukan perbuatan yang
menyimpang dan berusaha memperbaiki diri untuk bersih dari segala perbuatan
kotor, sehingga hati, jiwa dan raga serta segala perbuatan menjadi suci. Dan
setelah itu berusaha menghijrahkan keluarga, kerabat, lingkungan dan masyarakat
yang ada di sekitarnya (terdekat), hingga pada akhirnya membentuk komuniti yang
siap melakukan hijrah. “Barang siapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya
mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang
banyak. Barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada
Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat
yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Wallahu a’lam
Sumber: dakwatuna
No comments:
Post a Comment
Thanks for your comments, I will reply soon.